Penggunaan teknologi IoT (Internet of Things) di Indonesia masih
terhambat dengan mahalnya biaya implementasi. Sehingga pemasangan IoT di
industri untuk membangun pabrik cerdas misalnya, baru diterapkan oleh 1 dari 10
pelaku industri.
Sementara sebanyak 66 persen lainnya masih mempertimbangkan
implementasi IoT. Dari 66 persen tersebut, sebanyak 29 persen pelaku sedang
mengeksplorasi solusi IoT yang ada dan 37 persen mengumpulkan fakta dan
mempelajari IoT.
Dengan demikian secara total terdapat 83 persen peminat dan
implementer IoT di Indonesia. Angka ini menurut Direktur Asia IoT Business
Platform Irza Suprapto menandakan minat yang tinggi terhadap implementasi IoT
di Indonesia.
"Angka yang cukup mengejutkan datang dari Indonesia mengenai
implementasi IoT. Minat dan implementasi IoT sangat tinggi," katanya saat
jumpa pers di bilangan Kuningan, Jakarta, Rabu (4/7).
Masalah tingginya biaya, tidak hanya dikeluhkan pelaku industri
di Indonesia. Hal serupa juga tercermin pada pelaku industri lain di Asia
Tenggara.
Selain masalah biaya, hambatan implementasi IoT lainnya adalah
masalah keamanan (56,3 persen), ketidaksesuaian dengan sistem lama (48,2
persen), kompleksitas sistem (43, 6 persen) dan ketersediaan sumber daya
manusia yang memahami teknologi itu (40,4 persen).
Implementasi IoT di industri ini sejalan dengan tujuan
pemerintah untuk membangun industri 4.0. Industri 4.0 ini akan menelurkan
pabrik cerdas yang melibatkan kecerdasan buatan, pertukaran data, dan automasi,
melalui Internet of Thing (IoT). Dengan implementasi tersebut Irza optimis
bisnis di Indonesia bisa bersaing hingga kawasan regional.
References
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20180705085636-185-311656/biaya-mahal-baru-1-dari-10-pelaku-industri-pakai-iot
0 komentar: